Saturday, February 18, 2012

Balada Nasi Iyek

Kemarin gue berkunjung ke SMA gue dulu, SMAN 3 Palembang (SMANTA). Banyak yg berubah di sana. Gue liat sekarang SMANTA sudah punya Green House sederhana dan bersamaan dengan itu mata pelajaran Botani sudah ditambahkan ke kurikulum siswa. Sistem penerimaan siswa barunya pun sudah berbeda. Sekarang SMANTA sudah seperti SMA unggulan lain di Kota Palembang yg membuka PSB (Penerimaan Siswa Baru) lebih cepat dari pada SMA lainnya. Rencana pembangunan yg buat gue cukup mengagumkan juga sudah mulai dilaksanakan.

Padahal belum ada 1 tahun gue pergi dari sana, tapi SMANTA sudah mengalami perubahan yg cukup signifikan menurut gue. Ternyata dunia berkembang dengan kecepatan yg luar biasa. Itu "hanya" SMANTA, bagian yg sangat kecil dari dunia kita ini. Kalau bagian terkecil saja bisa berkembang secepat itu, bagaimana dengan bagian yg lebih besar dari dunia ini? Semua berkembang, berubah, entah itu ke arah yg lebih baik ataupun lebih buruk. Begitu juga dengan hati manusia, yg menurut gue merupakan bagian terbesar dari dunia ini, yg selalu berkembang dan berubah, bahkan dalam hitungan detik.

Well, kembali berbicara soal SMANTA.
Banyak hal dari SMANTA yg gak akan pernah gue lupa. Salah satunya yg sekarang sudah tidak gue lihat lagi keberadaannya, adalah Nasi Iyek. Nama Iyek itu sendiri adalah nama penjualnya. Gue gak tahu siapa nama aslinya. Yg gue tahu, kakak kelas dan teman-teman gue selalu memanggilnya dengan nama Iyek.

Iyek sendiri membuka warung di luar pagar sekolah kami, tepatnya di jalan samping SMANTA yg mengarah langsung ke IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Warung Iyek bisa kami akses dari dalam sekolah karena letaknya yg berdempetan dengan pagar sekolah kami. Tepatnya di belakang ruang kelas yg sudah tidak terpakai lagi. Tempat anak-anak yg "terkenal" sering nongkrong.

Dan keberadaan Warung Iyek sendiri sudah seperti ibu kami sendiri. Bukan karena Iyek selalu me-nina bobo-kan kami atau memberi kami kecupan selamat datang sepulang sekolah (iih, gak banget deh!), tapi karena Iyek selalu mengerti kemauan perut kami dengan menghasilkan produk unggulan dalam negeri; Nasi Iyek.

Kalian yg punya pasangan boleh saja bilang kalo pasangan kalian paling mengerti kalian dalam segala hal. Tapi gue jamin semua itu akan runtuh kalo kalian mengenal Nasi Iyek. Dialah yg paling mengerti akan keadaan kantong dan kemauan perut kalian disaat yg bersamaan. Oh Iyek, hati kami padamu... #lebay

Begitu kenapa? Karena menurut gue, Nasi Iyek ini salah satu produk yg memenuhi prinsip ekonomi; "pengambilan keuntungan maksimal dengan biaya minimal". Keuntungan yg gue maksud di sini adalah perut kami. Dan biaya di sini tentu saja uang saku kami.

Nasi uduk atau terkadang nasi kuning, dengan telur mata sapi atau telur rebus, bihun goreng, timun, kerupuk, dan air mineral cup merupakan paket hemat yg ditawarkan Nasi Iyek untuk perut rakus kami. Dan semuanya bisa kita nikmati cukup dengan Rp.5000,- saja pemirsa! Cuma goceng! Gue sering berfikir, kenapa Iyek gak mengekspor produknya ke KFC aja untuk dijadiin salah satu pilihan Paket Goceng. Gue yakin seyakin-yakinnya, Nasi Iyek bakal jadi pilihan utama para pengunjung KFC. Mau makan kenyang cuma goceng? Nasi Iyek pilihannya!


Kelas gue sendiri sudah menjadi korban kebiadaban murahnya Nasi Iyek. Setiap menjelang istirahat, otak kami yg tadinya berisi tentang pelajaran, berganti topik menjadi; "Nasi Iyek hari ini nasi uduk apa nasi kuning ya?". Dan saat bel istirahat (yg bunyinya menurut gue cukup suram) berkumandang, kami secara serempak melempar pena ke udara dan berteriak, "NASI IYEEKKK!!!". Dan besoknya ruang BK (Bimbingan Konseling) dipenuhi oleh siswa dari kelas kami.

Selalu dan selalu ada saja dari kami yg bertugas sebagai kurir Nasi Iyek (seringnya cowok)

Gue: Mau beli Nasi Iyek nih, ada yg mau titip?
Anggota kelas: Titip pep, titip pep!
Gue: Stop! *muka serius
        Kau mencuri hatiku, hatikuu... *goyang obeng
Anggota kelas: *pingsan*|*mulut berbusa*|*kejang*

Yah, walaupun disebut kurir, sebenarnya kami lakukan dengan suka rela kok. Bukan karena kami baik hati dan rajin menabung, tapi karena kalo kami beli Nasi Iyek diam-diam dan makan di kelas, pasti banyak oknum yg tidak bertanggung jawab ikut campur dalam proses penghabisan Nasi Iyek (baca: minta). Jadi lebih baik makan sama-sama kan? Kalo sudah pada sibuk sama bungkusan Nasi Iyek masing-masing, hati tenang, perut kenyang, dan kantong pun senang. Alhasil, secara tidak langsung, di kelas gue kerap diadakan acara "makan bareng Nasi Iyek".

Itu ceritaku, mana ceritamu?

Kesimpulan: Mau Indonesia menjadi negara makmur dimana tidak ada rakyatnya yg kelaparan? Contreng No.3, Iyek! Nasi Iyek untuk kemajuan perekonomian bangsa!

Trotoar hanya untuk pejalan kaki
--au revoir

No comments:

Post a Comment