Bonjour!
Minggu yg cukup suram buat gue. Bukan karena gue cuma
stay tune di rumah, tapi karena cuaca mendung kota Palembang ini membuat hati gue semakin galau. Iya, gue galau. Gak usah cekikikan denger fakta bahwa gue galau. Gue bukan remaja labil yg selalu bingung soal gebetan, pacar, ataupun behel (?). Dan gue juga mendeklarasikan diri sebagai manusia yg paling jarang galau. Tapi sumprit, minggu ini gue galau tingkat dewi (dewa lagi main gaplek di pos ronda).
Tapi tenang, di posting kali ini gue bukannya mau curhat tentang kegalauan gue. Jadi, mari kita lupakan sejenak tentang apa yg gue katakan tadi dan kembali ke jalur yg benar. Alhamdu...lillah... . Pada kesempatan kali ini, seperti yg sudah dijanjikan, gue akan bercerita mengenai siksaan (baca: UTS) yg gue alami selama 5 hari belakangan ini.
Sebenarnya ini pertama kalinya gue dibuat pusing sama yg namanya UTS. Sebelumnya di SMA, UTS itu udah jadi sohib gw. Gak percaya? Ini buktinya:
Gue : *jalan di lorong kelas sambil ngupil*
UTS: *jalan dari arah berlawanan sambil baca buku*
--tabrakan, buku si UTS jatuh dan hidung gue berdarah kesodok jari waktu ngupil--
Gue & UTS: *saling bertatapan
UTS: Rapip?!
Gue : UTS?! *dengan hidung berdarah*
UTS: Kamu kemana aja? Telpon gak pernah! SMS gak pernah!
Gue : Aku kena diare!
Tante-tante entah darimana: Minum Adem Sari!
#SalahIklan
Intinya, sebelum ini gue gak pernah sedikitpun merasa tertekan sama yg namanya UTS. Setiap malam sebelum UTS, atau zaman gue SMA dulu disebut Mid Semester, hal yg gue lakuin adalah nyari buku pelajaran yg bakal diujikan besok, baca judul sampulnya, nama pengarangnya, dan tidur sambil berharap besok pertanyaan yg keluar adalah: "sebutkan nama pengarang buku A". Besoknya gue berangkat pagi-pagi sekali. Bukan untuk belajar di kelas, tapi supaya gw bisa muter lewat lampu merah dan beli koran pagi. Bukan untuk gue baca, tapi gue gletakin tu koran di atas meja pengawas. Yap, biar waktu ujian nanti mata si pengawas gak tertuju kepada kami. Jadi senjata pemusnah masa (baca: buku) yg kami simpan di bawah meja bisa digunakan dengan leluasa. Alhasil? Mid Semester: SUKSES!
Tapi hal yg berlawan justru terjadi sekarang ini. Di kampus gue, berlaku sistem DO alias Drop Out atau bahasa kerennya "pecat" untuk setiap mahasiswa yg kedapatan melakukan kecurangan saat ujian. Jadi mau gak mau, suka gak suka, cinta gak cinta, gue harus belajar secara formal (baca: buka buku pelajaran) yg selama ini sangat jarang gue lakukan. Alhasil, kepala gue ngebul keluar asep hitam, dan ini cukup membuat gue jadi stres menjalani keseharian gue. Misalnya waktu gue selesai belajar Mikroekonomi dan lagi di jalan pulang dari warung, gue ketemu abang penjual somay
Gue : Bang, gerobaknya mogok ya?
Abang Somay : Ah, gak kok dek
Gue : Kok didorong?
Abang Somay : Abis bensin doang kok
Gue : Oohh..
#ObrolanBego
Hari pertama UTS sih lancar-lancar aja. Syukur alhamdulillah otak gue belum mati sistem memorinya, jadi masih bisa dipake hafalan. Walhasil, KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) dan Agama bisa gue lewati dengan cukup baik. Walaupun ada beberapa jawaban yg gue jawab dengan logika remaja galau
Q : Untuk apa manusia diciptakan di muka Bumi ini?
Gue jawab : Untuk menemani malam-malam sepi yg biasa dilalui oleh seorang anak manusia yg menanti sang pujaan hati datang membawa sejuta cinta kasih untuk dibagi... dan bla bla bla
Gue yakin nilai gue pasti A kalo jawaban itu dikoreksi sama rohnya Chairil Anwar.
Hari ke-2, Akuntansi feat Hukum. Hadeeeh.. jangan ditanya deh! Itu salah satu hari tersuram gue selama UTS ini. Waktu 2 jam gue abisin buat ngotak-ngatik Laporan Neraca gue yg gak
balance (seimbang). Mulai dari ngecek ulang Jurnal Umum gue, sampe ngitung ulang Akun-T yg gue buat, tapi apa daya Neraca gak juga seimbang. Akhirnya jalan terakhir, gue pelotototin tu Neraca sambil komat-kamit ala mbah dukun dengan harapan angkanya tiba-tiba berubah dan jadi seimbang. Namun gue sadar tampaknya itu tindakan autis yg tidak perlu kalian tiru. Begitu waktu habis, gue baru nyelesaiin 3 tahapan; Jurnal Umum, Neraca Sebelum Penyesuaian (yg gak seimbang), dan Jurnal Penyesuaian (ini pun belum kelar). Dan langkah bodoh terakhir yg gue lakukan adalah nulis kata-kata berikut di kertas jawaban gue:
"Habis waktu pak, I'm sorry good bye"
Dengan harapan Pak Dosen, yg menurut gue dulunya mantan
stand up comedian, bakal bales; "Gak apa-apa nak, cemungut eeaaah". Dan Hukum pun sama, otak gw tiba-tiba
blank waktu jawab soal essay. Akhirnya hari itupun gue pulang dengan kepala ngobrol sama kaki (baca: nunduk).
Hari ke-3, PHP (Pengantar Hukum Pajak) dan Bahasa Inggris jauh lebih baik dari hari sebelumnya. PHP lancar, semua yg gue hafal masuk, jadi tangan gue lancar banget nulis di lembar jawaban. Sampai-sampai lembar jawabannya habis pun gue tetap nulis di atas meja dan waktu ngumpul gue juga kumpulin mejanya. Bahasa Inggris, entah karena gue emang seneng sama tu pelajaran atau karena insting bahasa gue yg lumayan
top class (serius nih, gak usah melet-melet kayak kadal hipotermia), bisa gue jawab dengan cukup baik walaupun sempet bingung berkat soal pilihan ganda yg dijadiin essay
"The words 'intricate' can be replaced by..."
Ini jelas soal pilihan ganda men, tapi kali ini dijadiin essay. Akhirnya gue jawab dengan 1 jawaban simpel: "Look on Oxford Dictionary" (lihat kamus Oxford)
Hari ke-4, Mikroekonomi feat PBB. Plis, jangan tanya gue tentang dua hal ini. Kalian tahu bagaimana rasanya ketika kita sudah belajar, sudah hafal, yakin bisa ngerjain soal, dan tiba-tiba begitu kita kumpul jawaban ternyata jawaban kita salah? Gak enak men, sumprit! Rasanya tu kayak DIBELAH atmosfir berlapis-lapis, DIKUNYAH sama Paus akrobatis, terus HANCUR jadi rasi bintang paling sadis. Gak usah ketawa! Karena hidup banyak rasa, tonjokkan gue punya banyak rasa untuk wajah kalian.
PBB yg gue yakin soal essay hitungannya bener, ternyata gue kepleset disana-sini. Pilihan gandanya pun ngebahas undang-undang yg sama sekali gak gue baca sebelumnya. Hari itu membuat gue merasa turun ke kasta terendah.
Hari terakhir, PPh (Pajak Penghasilan) dan Statistik. Malamnya gue udah janji sama diri gue sendiri biar kebodohan dan kecerobohan waktu PBB gak terulang lagi. Gue hafalin konsep-konsep di PPh baik teori maupun hitungan, begitu pula dengan Statistika. Dan wow! PPh lancar cuy! Kalian tau rasanya? Kayak Chila yg dikasih Oreo Ice Cream rasa baru sama temennya (emang gak nyambung, tapi Chila tu unyu beeuud). Statistik pun sama, walaupun sempet
blank rumus di soal pertama, alhamdulillah bisa inget lagi setelah gue kerjain soal lainnya. Gak sebagus PPh sih hasilnya, tapi gue tetep bersyukur.
Oh iya, buat teman gue yg sempet 'kepleset' di statistik, yg semangat ya. Buatlah janji kepada diri kamu sendiri untuk tidak mengulangi hal yg sama dan tepati itu. Soal yg kemarin biarlah berlalu, biarkan hasil mengurus dirinya sendiri. Jangan mengkhawatirkan hal-hal yg tidak bisa kita ubah, awan tidak pernah mengkhawatirkan kemana angin akan berhembus.
Ganbate! L'esprit! Semangat!
Akhirnya, UTS pun selesai. Hari terakhir gue tutup dengan penyelesaian yg tidak buruk. Secara keseluruhan, UTS kali ini kalo gw nilai....yah dapet B lah rata-rata (ngarep).
Kesimpulan: Jangan pernah nonton pertunjukan Paus akrobatis setelah ngerjain soal PBB kalau kalian gak mau dikunyah dan dijadiin kudapan sama tu Paus.
Makan sayur dan buah untuk kesehatan
--au revoir